Pertanyaan #36

“Ulama” Syiah Mewajibkan Sumbangan 20% Penghasilan?

Tuduhan

Para fuqaha Syi’ah mewajibkan pengikutnya untuk mengeluarkan seperlima harta mereka. Kewajiban ini tidak ada dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi saw; juga tidak diamalkan oleh para sahabat.

Jawaban

Khums: Mengeluarkan Seperlima Harta

Kewajiban mengeluarkan seperlima atau khums ditetapkan dalam Al-Quran dan Sunnah Nabi saw.

Khums dikeluarkan dari ghanimah. Ulama Ahlissunnah membatasi ghanimah hanya pada pampasan perang. Para fuqaha Syiah mengartikan ghanimah sebagai penghasilan yang diperoleh baik dari peperangan atau dari selain peperangan: Ghanimah adalah pertambahan atau pertumbuhan penghasilan atau peningkatan nilai pendapatan (Ibn Al-Atsir, Nihayat al-Lughah 3:73).

Marilah lebih lanjut kita lihat penjelasan tentang khums dalam Al-Qur’an dan al-Sunnah.

Dalam Al-Qur’an.

Ayat Al-Anfal 41 menyatakan:

۞ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّمَا غَنِمْتُمْ مِّنْ شَيْءٍ فَاَنَّ لِلّٰهِ خُمُسَهٗ وَلِلرَّسُوْلِ وَلِذِى الْقُرْبٰى وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ اِنْ كُنْتُمْ اٰمَنْتُمْ بِاللّٰهِ وَمَآ اَنْزَلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعٰنِۗ وَاللّٰهُ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ - ٤١

Dan ketahuilah, sesungguhnya segala yang kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka seperlima untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil, (demikian) jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua pasukan. Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (QS Al-Anfal 8:41)

Ahlussunnah mengartikan غَنِمْتُم itu sebagai barang pampasan perang. Kata “ghanimtum” berasal dari kata “ghunm” yang artinya keuntungan, perolehan, atau penghasilan. Menurut Al-Raghib al-Isbahani dan AlAzhari: “Al-ghunm” adalah mendapat atau memperoleh keuntungan, kemudian digunakan untuk menunjukkan semua yang diperoleh baik dari pihak musuh atau selain itu. Allah swt berfirman:

فَكُلُوْا مِمَّا **غَنِمْتُمْ** حَلٰلًا طَيِّبًاۖ وَّاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ - ٦٩

Maka makanlah dari sebagian rampasan perang yang telah kamu peroleh itu, sebagai makanan yang halal lagi baik, dan bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS Al-Anfal 8:69)

“Maghnam” ialah apa yang diperoleh sebagai keuntungan; bentuk jamaknya “maghanim” seperti firman Allah swt:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا ضَرَبْتُمْ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَتَبَيَّنُوْا وَلَا تَقُوْلُوْا لِمَنْ اَلْقٰىٓ اِلَيْكُمُ السَّلٰمَ لَسْتَ مُؤْمِنًاۚ تَبْتَغُوْنَ عَرَضَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۖفَعِنْدَ اللّٰهِ **مَغَانِمُ** كَثِيْرَةٌ ۗ كَذٰلِكَ كُنْتُمْ مِّنْ قَبْلُ فَمَنَّ اللّٰهُ عَلَيْكُمْ فَتَبَيَّنُوْاۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا - ٩٤

Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu pergi (berperang) di jalan Allah, maka telitilah (carilah keterangan) dan janganlah kamu mengatakan kepada orang yang mengucapkan ”salam” kepadamu, ”Kamu bukan seorang yang beriman,” (lalu kamu membunuhnya), dengan maksud mencari harta benda kehidupan dunia, padahal di sisi Allah ada harta yang banyak. Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah memberikan nikmat-Nya kepadamu, maka telitilah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS An-Nisa 4:94)

(Mufradat al-Qur’an, Tahdzib al-Lughat pada entri “ghunm”;lihat Mu’jam Alfazh Al-Quran 2:293).

Maghanim” pada Al-Nisa 94 –“karena di sisi Allah ada ‘maghanim’ yang banyak”-tidak bisa diartikan pampasan perang. Karena tidak mungkin kita mengambil pampasan perang dari Allah swt.

Dalam hadis-hadis Rasulullah saw juga menggunakan kata “gh-n-m” dalam arti umum sebagai keuntungan atau kelebihan penghasilan. “Ghanimah majlis zikir adalah surga” (Musnad Ahmad 2:330, 374, 524); “Bulan puasa adalah ghunmun bagi mukmin” (Musnad Ahmad 2:177); Nabi saw mengajarkan doa ketika mengeluarkan zakat: “Allahumma ij’alha maghnama wa la taj’alha maghrama” (Ya Allah jadikan zakat ini keuntungan dan jangan jadikan ia utang) dan dalam du’a hajat yang terkenal “wal ghanimata min kulli birrin was salamata min kulli itsmin”-(Aku bermohon kepadaMu keuntungan berlebih dari setiap kebajikan dan keselamatan dari segala dosa).

Dalam Hadis

Dalam hadis-hadis berikut ini Rasulullah saw memerintahkan orang untuk mengeluarkan khumus, bukan dari pampasan perang tetapi dari setiap penghasilan; karena orang yang disuruh mengeluarkan khumsnya tidak dalam keadaan perang:

  • Semua mazhab sepakat bahwa harus dikeluarkan seperlima dari barang temuan atau perbendaharaan simpanan (rikâz) atau dari barang tambang (ma’adin). Perbendaharaan hasil temuan atau barang tambang tentu saja bukan pampasan perang. Dari Ibn Abbas: Rasulullah saw telah menetapkan harus dikeluarkan seperlima dari rikaz (Musnad Ahmad 1:314; Sunan Ibnu Majah 839).
  • Perintah Nabi saw untuk mengeluarkan seperlima dari berbagai harta temuan dan simpanan dapat dilihat pada Shahih al-Bukhari 1:182, Bab “Fi al-Rikaz al-khums”; Shahih Muslim 5:127 Bab “Jurh al-‘Ujama wal ma’din”, Sunan Abi Dawud 2:254; Sunan Al-Turmudzi 3:138; Sunan Ibn Majjah 803; Al-Muwatha 1:244; Musnad Ahmad 2: 228, 238
  • Delegasi Abdul Qays berkata kepada Rasulullah saw: “Di antara kami dan engkau ada Bani Mudhar yang musyrik. Kami tidak bisa menemuimu kecuali dalam bulan-bulan Haram. Perintahkan kepada kami sesuatu yang kalau kami amalkan kami masuk surga? Kami pun akan mengajak orang sesudah kami juga untuk mengamalkannya.” Rasulullah saw bersabda, “Aku perintahkan kalian untuk beriman kepada Allah. Tahukah akamu apa yang dimaksud dengan beriman kepada Allah? Bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah, menegakkan salat, mengeluarkan zakat dan memberikan khums” (Shahih alBukhari 4:205, Kitab al-Tawhid, 1:13, 19, 3:53; Shahih Muslim 1:35, 36; Sunan al-Nasai 2:333; Musnad Ahmad I3:318,5:136).
  • Abdul Qays berasal dari qabilah Rabi’ah. Mereka bertempat tinggal di Tihamah, kemudian pindah ke Bahrayn. Delegasi mereka datang menemui Rasulullah saw pada tahun kesembilan Hijriah. Mereka tidak dalam keadaan berperang. Mereka malah menghindari perang. Ketika Rasulullah saw memerintahkan mereka untuk mengeluarkan khums dari ghanimah, “wa an tuaddu khums ma ghanimtum” (redaksi seperti ini lihat Abu ‘Ubayd, Al-Amwal, 12), yang dimaksud dengan ghanimah di situ tentu bukan pampasan perang. Ghanimah di situ kembali ke makna asalnya, yang sekaligus juga makna syar’I, yakni “semua yang diperoleh baik dari pihak musuh atau selain itu”
  • Rasululah saw banyak mengirim surat kepada kabilah-kabilah yang tidak bisa menemuinya. Kitab-kitab tarikh mencatat surat-surat itu. Di sini dicantumkan hanya salah satu di antaranya. Yang ingin mengetahui surat-surat lainnya dapat merujuk pada rujukan-rujukan yang disebutkan di sini:

    Ketika Nabi saw mengutus ‘Amr bin Hazm ke Yaman, ia menulis surat perjanjian sebagai berikut: “Dengan nama Allah yang Mahakasih Mahasayang. Inilah keterangan dari Allah dan RasulNya: ‘Hai orangorang yang beriman, penuhilah perjanjian’. Inilah perjanjian Rasulullah saw dengan ‘Amr bin Hazm ketika ia mengutusnya ke Yaman. Ia perintahkan dia untuk bertakwa kepada Allah dalam segala urusannnya, mengambil dari ghanimah khums Allah, dan mewajibkan untuk mengeluarkan sepersepuluh dari ladang yang diairi sungai atau air hujan dan seperduapuluh untuk ladang yang diairi melalui air sumur”
    (Futuh al-Buldan 1:82; Sirah Ibn Hisyam 4:265-267; Al-Thabari 1:1727-1729; Tarikh Ibn Katsir 5:76; Al-Hakim, Al-Mustadrak 1:395, 396; Kanz al-‘Ummal 5:517).

Catatan

Menurut Al-Quran dan Al-Sunnah, khums itu harus diberikan kepada Allah dan RasulNya – untuk kepentingan dakwah, kepada keluarga Nabi saw, kepada anak yatim, orang miskin, dan ibnus sabil. Pada zaman Abubakar dan ‘Umar, keluarga Nabi saw tidak memperoleh khums lagi. Abubakar dan Umar menahannya dan menyalurkannya sesuai dengan keputusan mereka sebagai khalifah. Sayyidah Fathimah pernah menuntut hak keluarga dalam khums. Dari Aisyah la: Fathimah as putri Nabi saw menemui Abu Bakr la untuk menuntut tanah Fadak, hak warisnya dari Rasulullah saw berupa al-Fai yang ada di Madinah dan peninggalan khums Khaibar. Abu Bakar la berkata: Sesungguhnya Rasulullah saw berkata: “kami tidak mewariskan yang kami tinggalkan menjadi shadaqah, Sesungguhnya Keluarga Muhammad saw makan dari harta ini”. Dan aku tidak akan mengubah sedikitpun dari shadaqah Rasulullah saw dari apa yang pernah dilakukan di zaman Nabi saw. Aku hanya akan mengamalkan apa yang diamalkan Rasulullah saw. Maka Abu Bakar pun menolak memberikan kepada Fathimah as apapun dari padanya. Fathimah as kecewa dengan tindakan Abu Bakar. Ia menjauhinya dan tidak berbicara dengannya sampai meninggal dunia. Fathimah as hidup sesudah Nabi saw wafat, selama 6 bulan. Ketika ia wafat, suaminya memakamkannya di malam hari dan tidak mengizinkan Abu Bakar untuk mensalatkannya… (Shahih al Bukhari 3: 38, Bab Ghazwah Khaibar; Shahih Muslim, kitab al-Jihad, hadis 52; Sunan al-Bahaiqi 6:300)