Pertanyaan #03
Syiah Memanipulasi Penafsiran Al-Qur’an?
Tuduhan
Orang Syiah sering memanipulasi Penafisran Al-Qur’an
Jawaban
Ulama Syiah, sebagaimana dapat dilihat pada tafsir-tafsir mereka, menafsirkan Al-Quran baik secara aqli maupun naqli. Tetapi berbeda dengan kaum Wahabi, Syiah membolehkan adanya ta’wil di samping tafsir. Bukan tempatnya di sini membicarakan perbedaan keduanya. Cukuplah dikatakan bahwa ta’wil di sini ialah “mengalihkan makna yang meragukan atau membingungkan pada makna yang meyakinkan dan menentramkan”.
Berikut ini ditunjukkan beberapa contoh:
-
QS 17:72: Barang siapa buta di dunia akan buta pula di akhirat.
Kalau “buta” di sini diartikan buta lahiriah, maka orang-orang tuna netra di dunia akan menjadi tuna netra juga pada hari akhirat. Karena itu, sesuai dengan akal dan hati nurani kita, kita alihkan arti “buta” ini dari “buta” jasmaniah ke “buta” ruhaniah.
-
QS 68:42: Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud; maka mereka tidak mampu.
Mufasir Syiah tidak percaya bahwa Tuhan mempunyai betis, yang disingkapkan untuk meyakinkan umat manusia bahwa ia benar-benar Tuhan, seperti diriwayatkan dalam Shahih Muslim berikut ini:
Allah swt berfirman: “siapa yang menyembah sesuatu, ikutilah tu. Di antara mereka ada yang mengikuti matahari. Di antara mereka ada yang mengikuti bulan. Di antara mereka ada yang mengikuti thogut. Tinggallah umat ini yang di dalamnya ada orang-orang munafik. Kemudian datanglah Allah swt yang mereka ketahui.
Dia berkata: “Aku Tuhanmu”. Tapi mereka berkata:“ aku berlindung kepada Allah swt darimu“ sampai tidak tersisa yang menyembah Allah swt, baik yang shaleh maupun yang maksiat. Allah swt Robbul Alamin, datang lagi kepada mereka dalam bentuk yang lebih mendekati yang mereka lihat. Mereka ditanya: “Apa yang kalian tunggu? Setiap umat mengikuti apa yang disembahnya”. Mereka berkata: “Kami menunggu Tuhan kami yang kami sembah” Dia berkata: “Aku Tuhanmu”. Mereka berkata:“ kami tidak menyekutukan Allah swt dengan sesuatupun, dua atau tiga kali.“ Kemudian Dia berkata: “adakan Dia dan kamu punya tanda yang kamu kenal?”. Mereka berkata: “Betis.” Pada hari betis disingkapkan… sampai akhir ayat.
Kemudian mereka mengangkat kepala mereka dan Tuhan sudah berubah bentuk dari apa yang mereka lihat sebelumnya. Dia berkata: “Aku Tuhanmu?” Mereka berkata: “Engkau Tuhan kami”. (shahih Muslim, “kitab al-Iman, bab “Ma’rifat thariq al-ru’yat” hadis 229)
Tentu kita akan kebingungan. Mengapa Tuhan menyingkapkan betis? Apakah Tuhan mempunyai betis? Mengapa tanda ketuhanan terletak pada betis?
Syiah menolak penafsiran secara harafiah seperti itu. Untuk menghilangkan kebingungan dan untuk menentramkan hati Syiah mengalihkan maknanya kepada makna yang menentramkan akal dan hati. Mereka merujuk pada penggunaaan kata “betis” dalam bahasa Arab. Misalnya: Qâmat al-harb binâ ‘ala Sâq, yang artinya peperangan berkecamuk pada tingkat kritis. “Di atas betis” berarti sangat kritis. Walhasil, ayat itu diartikan menjadi: Pada hari ketika manusia berada dalam kekacauan yang luar biasa (Lihat Jalaluddin Rakhmat, Tafsir Sufi Al-Fatihah 15).
Kesimpulan
Ulama Syiah menafsirkan Al-Quran baik secara aqli maupun naqli, dengan ta’wil terhadap makna yang meragukan atau membingungkan.