Pertanyaan #08

Syiah Mengkafirkan Semua Sahabat Nabi saw?

Tuduhan

Syiah mengkafirkan semua sahabat Nabi saw, padahal mereka adalah generasi terbaik dalam Islam. Para sahabat semuanya baik dan tidak pernah berbuat salah.

Jawaban

Syiah tidak pernah mengkafirkan semua sahabat Nabi saw, seperti kaum Khawarij. Tetapi Syiah juga tidak memaksumkan semua sahabat Nabi saw (menganggap semua sahabat Nabi saw tidak pernah salah) seperti Ahlussunnah. Syiah mengambil jalan tengah; yakni, melihat sahabat dengan kritis. Sahabat itu berbeda-beda dalam kualitas pengetahuan, keimanan, dan akhlak. Ada di antara sahabat yang memiliki pengetahuan Islam yang sempurna dan terjaga dari dosa dan kesalahan. Ada juga di antara sahabat yang kurang pengetahuan, baru masuk Islam saja dan iman belum masuk ke dalam hatinya, atau berbuat dosa.

Menurut Ibn Abd al-Barr, “Telah ditetapkan dengan teguh tentang ‘adalah semua sahabat” (Muqaddimah AlIsti’ab). Ibn Hajar al-Asqalani berkata, “Sepakat semua Ahlussunnah bahwa semua sahabat itu memiliki sifat ‘adalah (adul). Tidak menentang hal demikian kecuali orang-orang yang menyimpang dan ahli bid’ah” (AlIshabah fi Tamyiz al-Shabah 1:17-22).

Menganggap semua sahabat itu ‘udul berarti tidak memasukkan mereka dalam timbangan kritis. Ibn al-Atsir berkata, “Sahabat harus diperlakukan sama dengan para perawi hadis lainnya kecuali dalam satu hal; yakni, tidak boleh dikenakan jarh dan ta’dil. Karena mereka semuanya ’udul. Tidak boleh dijarh (dikritik)” (Ibn Al-Atsir, Usud al-Ghabah 1:3).

Al-Razi, yang mendapat gelar Imam al-Jarh wa alTa’dil, menjelaskan ‘adalah sahabat sebagai berikut:

Adapun para sahabat Nabi saw adalah orang-orang yang menyaksikan wahyu dan turunnya, mengetahui tafsir dan takwilnya, yang dipilih Allah untuk menyertai Nabinya, menolongnya, menegakkan agamanya, dan menampakkan kebenarannya. Allah meridai mereka sebagai sahabatnya dan menjadikan mereka sumber ilmu dan teladan. Mereka menghafal dari Nabi saw apa yang disampaikannya dari Allah swt-apa yang disunatkan, disyariatkan, ditetapkan sebagai hukum, dianjurkan, diperintahkan, dilarang, diperingatkan dan diajarkan Nabi saw. Mereka menjaganya, meyakininya, kemudian memahaminya dalam agama dan mengetahui perintah Allah, larangannya, maksudnya dengan disaksikan langsung oleh Rasulullah saw.

Dari Nabi saw mereka menyaksikan tafsir Al-Kitab dan takwilnya. Mereka mengambil dari Nabi saw dan menarik kesimpulan daripadanya. Maka Allah pun memuliakan mereka dengan anugrahNya dan meninggikannya dalam posisi teladan. Karena itu Allah menafikan (menghilangkan) dari mereka keraguan, kebohongan, kesalahan, kekeliruan, kebimbangan, kesombongan, dan kecaman. Allah menyebut mereka ‘adul al-ummah… Mereka menjadi umat yang paling adil, imam-imam petunjuk, hujah agama, dan teladan (pengamalan) Al-Kitab dan Sunnah

(Abdur Rahman bin Abi Hatim alRazi, Taqdimah al-Ma’rifah li Kitab al-Jarh wa al-Ta’dil 7-9).

Menurut Syiah, menganggap semua sahabat ‘udul bertentangan dengan:

  1. Al-Qur’an
  2. Sunnah Nabi saw
  3. Fakta sejarah

Walhasil, menganggap semua sahabat adil bertentangan dengan akal sehat.

‘Adalah (keadilan) semua sahabat (secara keseluruhan) bertentangan dengan Al-Quran.

Bagaimana Al-Quran menilai sahabat Nabi saw dapat disimpulkan dari beberapa hal berikut:

  • Al-Quran melarang kita untuk menyamakan semua sahabat Nabi saw pada tingkat yang sama. Al-Quran menegaskan,

    وَمَا لَكُمْ اَلَّا تُنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ لَا يَسْتَوِيْ مِنْكُمْ مَّنْ اَنْفَقَ مِنْ قَبْلِ الْفَتْحِ وَقَاتَلَۗ اُولٰۤىِٕكَ اَعْظَمُ دَرَجَةً مِّنَ الَّذِيْنَ اَنْفَقُوْا مِنْۢ بَعْدُ وَقَاتَلُوْاۗ وَكُلًّا وَّعَدَ اللّٰهُ الْحُسْنٰىۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ - ١٠

    Tidak sama di antara kamu orang yang menginfakkan hartanya sebelum Kemenangan (Al-Fath) dan berperang. Mereka lebih agung derajatnya dari orang-orang yang menginfakkan hartanya sesudah itu dan berperang. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS Al-Hadid 57:10).

    Artinya, tidak boleh kita menyamakan sahabat yang masuk Islam sebelum Al-Fath seperti Imam Ali dengan sahabat yang masuk Islam sesudah kemenangan Mekah seperti Muawiyyah.

    لَا يَسْتَوِى الْقَاعِدُوْنَ مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ غَيْرُ اُولِى الضَّرَرِ وَالْمُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْۗ فَضَّلَ اللّٰهُ الْمُجٰهِدِيْنَ بِاَمْوَالِهِمْ وَاَنْفُسِهِمْ عَلَى الْقٰعِدِيْنَ دَرَجَةً ۗ وَكُلًّا وَّعَدَ اللّٰهُ الْحُسْنٰىۗ وَفَضَّلَ اللّٰهُ الْمُجٰهِدِيْنَ عَلَى الْقٰعِدِيْنَ اَجْرًا عَظِيْمًاۙ - ٩٥
    Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak turut berperang) yang tidak mempunyai uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik dan Allah melebihkan orang-orang jihad atas orang-orang yang duduk dengan pahala yang besar (QS Al-Nisa 4:95).

    Walhasil, kita tidak boleh memandang sama para sahabat yang berjuang dengan para sahabat yang hanya “duduk-duduk” saja. Di dalam Al-Quran ada banyak ayat yang mengecam sahabat-sahabat Nabi saw.

  • Sebuah surat turun khusus untuk membongkar dan mengecam para sahabat Nabi saw. Kita menyebutnya Surat al-Tawbah. Ibnu Abbas menyebut surat ini dengan Al-Fadhihah (artinya yang membongkar kesalahan atau keburukan), karena “tidak henti-hentinya turun wa minhum: sehingga kami mengira tidak akan tersisa di antara kami yang tidak disebut di dalamnya”. Ibnu ‘Umar menyebut surat ini Al-Muqasyqisyah – yang menyapu habis. “Di zaman Nabi saw, surat al-Baraah ini kami sebut surat Al-Mu’abbirah – yang mengungkapkan, karena surat ini membeberkan rahasia orang banyak,” kata Muhamad bin Ishaq. Ibn ‘Umayr menyebutnya Al-Munaqqirah, membongkar kesalahan (Al-Suyuthi, Tafsir al-Durr al-Mantsur 119-121).

    Seorang demi seorang sahabat Nabi saw dikecam al-Qur’an karena kesalahannya. Ada yang berat ikut berperang bersama Nabi:

    يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَا لَكُمْ اِذَا قِيْلَ لَكُمُ انْفِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ اثَّاقَلْتُمْ اِلَى الْاَرْضِۗ اَرَضِيْتُمْ بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَا مِنَ الْاٰخِرَةِۚ فَمَا مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا قَلِيْلٌ - ٣٨

    Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa apabila dikatakan kepada kamu, “Berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah,” kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehidupan di dunia daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS Al-Tawbah 9:38)

    Ada yang berdalih takut tergoda perempuan Romawi yang cantik dan jatuh pada fitnah:

    وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّقُوْلُ ائْذَنْ لِّيْ وَلَا تَفْتِنِّيْۗ اَلَا فِى الْفِتْنَةِ سَقَطُوْاۗ وَاِنَّ جَهَنَّمَ لَمُحِيْطَةٌ ۢ بِالْكٰفِرِيْنَ - ٤٩

    Dan di antara mereka ada orang yang berkata, “Berilah aku izin (tidak pergi berperang) dan janganlah engkau (Muhammad) menjadikan aku terjerumus ke dalam fitnah.” Ketahuilah, bahwa mereka telah terjerumus ke dalam fitnah. Dan sungguh, Jahanam meliputi orang-orang yang kafir. (QS Al-Tawbah 9:49)

    Ada yang berat karena jarak yang terlalu jauh:

    لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيْبًا وَّسَفَرًا قَاصِدًا لَّاتَّبَعُوْكَ وَلٰكِنْۢ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُۗ وَسَيَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْۚ يُهْلِكُوْنَ اَنْفُسَهُمْۚ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ ࣖ - ٤٢

    Sekiranya (yang kamu serukan kepada mereka) ada keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, niscaya mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu terasa sangat jauh bagi mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah, “Jikalau kami sanggup niscaya kami berangkat bersamamu.” Mereka membinasakan diri sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka benar-benar orang-orang yang berdusta. (QS Al-Tawbah 9:42).

    Ada yang mencela Nabi dalam pembagian zakat:

    وَمِنْهُم مَّن يَلْمِزُكَ فِى ٱلصَّدَقَـٰتِ فَإِنْ أُعْطُوا۟ مِنْهَا رَضُوا۟ وَإِن لَّمْ يُعْطَوْا۟ مِنْهَآ إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ - ٥٨
    Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat); jika mereka diberi bagian, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, tiba-tiba mereka marah. (QS Al-Tawbah 9:58).

    Surat Al-Tawbah terutama sekali mengecam orang-orang yang tidak mau berjihad dengan berbagai alasan yang dibuat-buat.

  • Dalam perang Uhud, sebagian pasukan muslim tidak patuh kepada perintah Rasul saw, sehingga kekacauan kaum Muslim makin menjadi-jadi, setelah serbuan pasukan berkuda Khalid bin Walid. Kebanyakan dari pasukan Muslim lari meninggalkan Nabi saw, di tengah-tengah musuh yang penuh dendam kesumat, yang bersemangat menuntut balas kematian keluarga mereka di Badr. Pasukan Muslim itu lari tunggang langgang, mendaki bukit tak menghiraukan apapun. Padahal Nabi saw, menyeru mereka berulang-ulang agar mereka kembali, sebagaimana dikisahkan dalam Al Qur’an:

    ۞ اِذْ تُصْعِدُوْنَ وَلَا تَلْوٗنَ عَلٰٓى اَحَدٍ وَّالرَّسُوْلُ يَدْعُوْكُمْ فِيْٓ اُخْرٰىكُمْ فَاَثَابَكُمْ غَمًّا ۢبِغَمٍّ لِّكَيْلَا تَحْزَنُوْا عَلٰى مَا فَاتَكُمْ وَلَا مَآ اَصَابَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ - ١٥٣

    (Ingatlah) ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada siapa pun, sedang Rasul (Muhammad) yang berada di antara (kawan-kawan)mu yang lain memanggil kamu (kelompok yang lari), karena itu Allah menimpakan kepadamu kesedihan demi kesedihan, agar kamu tidak bersedih hati (lagi) terhadap apa yang luput dari kamu dan terhadap apa yang menimpamu. Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. (QS Ali Imran 3:153)

    Hanya sekelompok kecil, yaitu sekitar 14 orang saja yang masih tetap tinggal bersama nabi saw. Pembawa panji mereka adalah Ali bin Abi Thalib. Orang pertama yang memegang bendera kaum Muslim adalah Mush’ab bin ‘Umair. Namun setelah gugur sebagai syahid, ‘Ali-lah yang kemudian menggantikannya, dan ia tetap menyandangnya sampai saat peperangan berakhir (Tarikh Ibn Atsir dan lainnya)

    Sekelompok besar dari pasukan kaum Muslim, telah lari dari medan perang dan tinggal di desa Ahwa selama tiga hari. Kemudian, ketika mereka menghadap Nabi saw setelah itu, beliau bersabda: “Sungguh kalian telah berbuat keterlaluan”

  • Last but not least, simaklah Surat al Jumu’ah:

    وَاِذَا رَاَوْا تِجَارَةً اَوْ لَهْوًا ۨانْفَضُّوْٓا اِلَيْهَا وَتَرَكُوْكَ قَاۤىِٕمًاۗ قُلْ مَا عِنْدَ اللّٰهِ خَيْرٌ مِّنَ اللَّهْوِ وَمِنَ التِّجَارَةِۗ وَاللّٰهُ خَيْرُ الرّٰزِقِيْنَ ࣖ - ١١
    Dan apabila mereka melihat perdagangan atau permainan, mereka segera menuju kepadanya dan mereka tinggalkan engkau (Muhammad) sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah, "Apa yang ada di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perdagangan," dan Allah pemberi rezeki yang terbaik. (QS Al-Jumu'ah 62:11).

    Ayat ini menceritakan banyaknya para sahabat yang meninggalkan Rasulullah saw ketika berkhotbah Jum’at karena ada orang yang berjualan di luar masjid: “Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang disisi Allah adalah lebih baik dari pada permainan dan peniagaan” dan Allah sebaik-baiknya pemberi rizki“. Menurut Jabir, semuanya pergi “kecuali dua belas orang lelaki saja” (Shahih al-Bukhari hadis 1953; Muslim 6:150)

Bandingkanlah mereka dengan kita sekarang ini? Mereka sedang mengikuti khuthbah Jumah. Yang berkhotbah bukan manusia biasa tapi Sayyidul Anam. Hanya karena ada perdagangan dan hiburan mereka meninggalkan masjid, mengabaikan khathib, dan berbondong-bondong mendatangi tempat hiburan. Mungkinkah kita melakukannya sekarang, sekiranya Rasulullah saw berkhotbah di depan kita?

‘Adalah (keadilan) semua sahabat (secara keseluruhan) bertentangan dengan Sunnah.

Di bawah ini diturunkan pernyataan Nabi saw berkenaan dengan para sahabatnya. Sebelumnya, marilah kita perhatikan pernyataan Tuhan tentang kebanyakan sahabat Nabi saw:

يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ مَا قَالُوْا ۗوَلَقَدْ قَالُوْا كَلِمَةَ الْكُفْرِ وَكَفَرُوْا بَعْدَ اِسْلَامِهِمْ وَهَمُّوْا بِمَا لَمْ يَنَالُوْاۚ وَمَا نَقَمُوْٓا اِلَّآ اَنْ اَغْنٰىهُمُ اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗ مِنْ فَضْلِهٖ ۚفَاِنْ يَّتُوْبُوْا يَكُ خَيْرًا لَّهُمْ ۚوَاِنْ يَّتَوَلَّوْا يُعَذِّبْهُمُ اللّٰهُ عَذَابًا اَلِيْمًا فِى الدُّنْيَا وَالْاٰخِرَةِ ۚوَمَا لَهُمْ فِى الْاَرْضِ مِنْ وَّلِيٍّ وَّلَا نَصِيْرٍ - ٧٤

Mereka (orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa mereka tidak mengatakan (sesuatu yang menyakiti Muhammad). Sungguh, mereka telah mengucapkan perkataan kekafiran, dan telah menjadi kafir setelah Islam, dan menginginkan apa yang mereka tidak dapat mencapainya; dan mereka tidak mencela (Allah dan Rasul-Nya), sekiranya Allah dan Rasul-Nya telah melimpahkan karunia-Nya kepada mereka. Maka jika mereka bertobat, itu adalah lebih baik bagi mereka, dan jika mereka berpaling, niscaya Allah akan mengazab mereka dengan azab yang pedih di dunia dan akhirat; dan mereka tidak mempunyai pelindung dan tidak (pula) penolong di bumi. (QS Al-Tawbah 9:74).

اَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَنْ تَخْشَعَ قُلُوْبُهُمْ لِذِكْرِ اللّٰهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّۙ وَلَا يَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْكِتٰبَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ الْاَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوْبُهُمْۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ فٰسِقُوْنَ - ١٦
Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik. (Al-Hadid 16)

Diriwayatkan dari Al-Musayyab bahwa dia bertemu dengan Al-Barra bin Azib dan berkata kepadanya: Semoga engkau hidup sejahtera. Engkau beruntung karena menjadi sahabat Nabi saw dan berbaiat kepadanya di bawah pohon (Al-Hudaybiyah). Mengenai hal ini, Al-Barra berkata: Wahai keponakanku, engkau tidak tahu bahwa kami telah mengubah-ubah agama sepeninggalnya (Shahih al-Bukhari 5:488).

Nabi saw bersabda, “Aku adalah pendahulu kalian di telaga Al-Kawtsar. Dan barangsiapa melewatinya, ia akan minum air dari telaga itu. Kemudian akan datang kepadaku orang-orang yang aku kenal dan mereka mengenaliku. Tetapi sebuah penghalang akan diletakkan di antara aku dan mereka. Aku akan berkata, Mereka sahabat-sahabatku. Kemudian dikatakan kepadaku: Engkau tidak tahu mereka telah mengubah-ubah agama sepeninggalmu. Aku berkata: Jauhkanlah, jauhkanlah orang-orang yang berpaling dari agamanya sesudahku (Shahih al-Bukhari 8:585).

Masih dalam Shahih al-Bukhari, diriwayatkan ketika Rasulullah saw mengatakan, “Tuhanku, mereka itu sahabat-sahabatku”, dikatakan kepada beliau: kamu tidak tahu bahwa mereka tidak henti-hentinya murtad meninggalkan agama mereka –lam yazâlu murtaddîn ‘alâ a’qâbihim (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Riqaq, hadis 6161; lihat juga Muslim 17:94). “Sepeninggalmu, mereka murtad dari agama semurtadmurtadnya. Tidak selamat kecuali, sekelompok kecil saja” (Shahih al-Bukhari, Kitab al-Riqaq 6215).

’Adalah (keadilan) semua sahabat (secara keseluruhan) bertentangan dengan fakta sejarah

Di bawah ini ada sebagian kecil dari perilaku para sahabat yang menentang Nabi saw baik pada waktu beliau hidup maupun sesudah beliau wafat.

Penentangan sebagian sahabat pada waktu Rasulullah saw masih hidup:

  • Usai perang Badar, Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk membebaskan tawanan-tawanan perang sebagai tebusan dalam membayar fidyah, tetapi para sahabat ini tidak melakukannya;
  • Pada perang Tabuk, Nabi Muhammad saw memerintahkan mereka menyembelih unta untuk menyelamatkan nyawa mereka, tetapi beberapa sahabat menentangnya.
  • Pada peristiwa Perjanjian Hudaybiyah, Nabi bermaksud berdamai dnegan orang-orang Mekah, tetapi sahabat-sahabat yang sama menentangnya. Bahkan mereka meragukan kenabian Nabi Muhammad saw.
  • Pada perang Hunayn, mereka menuduh Nabi Muhammad saw tidak adil dalam membagi-bagikan harta pampasan perang.
  • Ketika Usamah bin Zaid diangkat Nabi Muhammad saw menjadi pemimpin pasukan perang Islam, sahabat-sahabat ini tidak menaati Nabi dengan tidak mengikutinya.
  • Pada hari Kamis yang sangat tragis, Nabi saw ingin mengungkapkan wasiatnya akan tetapi sahabat-sahabat yang sama menuduh Nabi tengah meracau dan ia mencegah Nabi mengungkapkan keinginannya (Ontologi Islam, 348-349)

Penentangan sahabat pasca Rasulullah saw. Siapa pun yang belajar sejarah tahu bahwa bukan saja ada saling mengecam di antara para sahabat, bahkan ada konflik yang menyebabkan jatuhnya banyak korban:

  • Aisyah, Thalhah, Zubayr dan sahabat-sahabat yang satu aliran dengan mereka memerangi Imam Ali as. Sebelumnya, mereka berkomplot untuk membunuh Utsman. Dengan begitu, mereka menentang wasiat Nabi saw pada khotbah terakhirnya, “Janganlah kalian kafir setelah aku tiada dan saling membunuh. Wajib bagi setiap yang hadir untuk menyampaikan pesanku ini kepada orang-orang yang tidak hadir “ (Shahih al-Bukhari 7:458, hadis 5688).

  • Muawiyah, yang digambarkan oleh penulis Ahlussunnah sebagai penulis wahyu, disifatkan oleh Hasan al-Bashri sebagai berikut:

    Muawiyah memiliki empat cacat dan salah satunya saja adalah pembangkangan yang sangat keras:

    1. penunjukan seorang pengacau masyarakat tanpa musyawarah dengan orang banyak padahal di situ ada sahabat yang memiliki keutamaan di atas mereka;
    2. pengangkatan anaknya sebagai penggantinya, padahalanaknya itu seorang pemabuk, peminum, orang yang suka mengenakan sutra dan suka bermain-main dengan anjing dan kera;
    3. pengakuan bahwa Ziyad adalah anaknya, padahal Nabi saw bersabda, “Anak itu dinisbahkan kepada ayahnya yang menikah resmi dengan ibunya, dan orang yang berzinah haris dirajam;
    4. pembunuhan yang dilakukannya terhadap Hujur dan para sahabatnya. Terkutuklah dia berkali-kali yang membunuh Hujur dan sahabatnya

    (Tarikh Ibn Atsir 3:242; Tarikh ibn Katsir 8:130; Abul A’la al-Mawdudi, AlKhilafah wal Mulk 165-166)

  • Abu Sofyan, ayah Muawiyah, adalah juga salah seorang sahabat Nabi saw. Ketika Utsman berkuasa, sebagai keluarga khalifah ia memberi nasihat, “Peganglah kekuasaan erat-erat seperti kamu memegang bola. Demi yang namanya dijadikan sumpah Abu Sofyan, aku tidak percaya ada surga, neraka, perhitungan, atau siksaan.”

    Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, ia datang menemui Ali: “Telah berkuasa sekarang keluarga Quraisy yang paling rendah. Demi Allah, untuk melawan dia aku akan penuhi pasukanku dengan kuda dan prajurit”. Ali as berkata kepadanya: “Tidak henti-hentinya engkau memusuhi Islam dan keluarganya. Tetapi tindakanmu itu tidak akan merusak Islam dan ahlinya sedikit pun” (Al-Isti’ab, hamisy Al-Ishabah 2:245).

Terakhir, di antara para sahabat Nabi saw ada Khalid al-Walid, yang membunuh Malik bin Nuwairah siang hari dan menikahi istrinya malam hari. Ada Marwan bin Hakam dan ayahnya yang diusir Rasulullah saw dari Madinah kemudian kembali dan menjadi sekertaris negara di zaman Utsman bin Affan. Ada ‘Amr bin Ash yang membunuh Muhammad bin Abu Bakar, memasukkannya ke dalam perut bangkai dan membakarnya. Ada yang lain-lain yang tidak mungkin disebutkan nama-namanya satu persatu (Yang tertarik untuk mempelajari perilaku sahabat lebih lanjut dapat merujuk kepada Dr Muhammad Zain yang menulis disertasi dengan judul “Dekonstruksi Sakralitas Sahabat Nabi”).

Kesimpulan

Secara akal sehat dan ilmiah, pandangan bahwa semua anggota komunitas memiliki kecerdasan yang sama, berkahlak baik, berlaku jujur, pendeknya terpelihara dari kesalahan dan dosa, sangat sulit diterima. Secara statistik, sebaran nilai pada satu populasi selalu berbentuk kurva bel. Yang paling baik selalu sedikit. Begitu pula yang paling buruk selalu sedikit. Sekiranya semua sahabat itu baik, tidak mungkin terjadi tragedi-tragedi sejarah yang memilukan. Mesti ada kriteria yang membedakan yang benar dari yang salah. Paling tidak, kriteria itu adalah akal sehat kita.