Pertanyaan #03

Syiah Percaya Adanya Tahrif (Perubahan) Al-Qur’an?

Tuduhan

Orang Syiah sering melakukan tahrif Qur’an. Al-Quran yang dibaca orang Syi’ah adalah Al-Quran yang berbeda dengan yang dibaca oleh kaum muslimin pada umumnya. Dalam Al-Quran Syi’ah ada penambahan dan pengurangan.

Jawaban

Ulama Syi’ah menolak tahrîf.

Dalam Ulum Al-Quran, penambahan dan pengurangan atau perubahan dalam huruf, harakat, atau kalimat AlQuran disebut tahrîf lafzhî. Para ulama Syi’ah dari dahulu sampai sekarang menolak adanya tahrif dalam Al-Quran. Di bawah ini pendapat sebagian dari ulama besar Syi’ah ketika menafsirkan ayat

إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا ٱلذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُۥ لَحَـٰفِظُونَ - ٩

“Sesungguhnya Kami menurunkan peringatan (Al-Quran) dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS Al-Hijr 15:9)

  • Al-Syaikh Al-Faidh Al-Kasyani: “(sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) dari tahrif, perubahan, penambahan dan pengurangan” (Tafsir al-Shafi 3:102)
  • Al-Syaikh Abu Ali Al-Thabarsi: “(sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya) dari penambahan, pengurangan, tahrif, dan perubahan. Dari Al-Hasan: Artinya, Allah menjamin pemeliharaan Al-Quran sampai akhir zaman dalam keadaan Al-Quran yang asli (‘ala ma huwa ‘alaihi)” (Majma’ al-Bayan 5:331)
  • Al-Sayyid Thabathabai: “Al-Quran adalah peringatan yang abadi, terpelihara tidak akan hilang (mati) atau dilupakan aslinya, terpelihara dari penambahan yang dapat menghapuskan posisinya sebagai peringatan, begitu pula terpelihara dari pengurangan, terpelihara dari perubahan dalam bentuknya dan konteksnya… ayat ini menunjukkan bahwa Kitab Allah terpelihara dari tahrif, dalam seluruh bagiannya, karena posisinya sebagai peringatan Allah swt. Al-Quran adalah peringatan yang hidup abadi.” (Al-Mizan fi Tafsir alQuran, 12:103-104).
  • Al-Sayyid al-Khuiy: “Ayat ini menunjukkan bahwa Al-Quran terjaga dari tahrif. Tidak mungkin tangantangan batil akan berhasil mengubah-ubahnya (mempermainkannya)” (Al-Bayan fi Tafsir al-Quran, 226).

Kalau kita cantumkan di sini pendapat ulama Syi’ah yang dahulu dan yang kemudian, buku ini akan menjadi sangat tebal. Di atas dicantumkan pendapat-pendapat yang mewakili ulama Syi’ah dengan rujukan yang dapat diperiksa sekarang juga. Di samping itu ada banyak ulama Syi’ah yang menulis kitab menolak adanya tahrif dalam Al-Quran. Misalnya, Ayatullah Muhammad Hadi Ma’rifat menulis Shiyanat al-Quran ‘an al-Tahrif; Al-Sayyid Ali AlMilani, Al-Tahqiq fi Nafy al-Tahrif; Ayatullah Al-Syaikh Hasan Hasan Zadeh-Amuli, Fashl al-Khithab fi ‘Adam Tahrif Kitab Rabb al-Arbab; Al-Sayyid Ja’far al-Murtadha al-‘Amili, Haqaiq Hammah hawl al-Qur’an.

Menarik untuk dicatat komentar peneliti dan ulama besar Sunni, Rahmatullah Al-Hindi menulis, “Sesungguhnya Al-Quran yang mulia menurut jumhur ulama Syi’ah Imamiyah Itsna ‘Asyariyyah terjaga dari perubahan dan pergantian. Jika ada di antara mereka yang mengatakan adanya pengurangan dalam Al-Quran maka pendapatnya itu ditolak tidak diterima mereka” (Izhhar al-Haqq 2:128).

Berkenaan dengan riwayat-riwayat yang dikutip dari Kitab-kitab Syi’ah seperti Al-Kafi dan Al-Qummi, semua ulama hadis di kalangan Syi’ah sepakat tentang kelemahan hadis-hadis itu: “Kebanyakan riwayat tahrif dha’if dan sanad-sanadnya berakhir pada orang-orang dha’if atau yang dicurigai ghuluw dan bermazhab bathil.”(Majma’al-Bayan 1:15).Sementara riwayat-riwayat shahih yang menunjukkan penambahan menegaskan bahwa penambahan itu hanyalah tafsir dari ayat, yang tentu saja tidak dibaca.

Tahrif dalam Hadis-hadis Shahih Ahlussunnah.

Jika hadis-hadis tahrif itu dipandang dha’if di kalangan Syi’ah, dalam mazhab Ahlussunnah hadis-hadis tahrif itu terdapat pada kitab-kitab yang dianggap paling shahih. Tidak seorang pun di antara ahli hadis Ahlissunnah yang mendha’ifkan hadis-hadis berikut ini:

  • Dari Ibrahim bin ‘Alqamah: Kami datang ke Syam bersama sahabat-sahabat Abdullah. Abu Darda mendengar kami dan mendatangi kami. Ia berkata: Adakah di antara kalian yang membaca Al-Quran? Kami berkata: Ada. Kata Abu al-Darda: Yang mana? Mereka menujuk aku. Kata Abu al-Darda: Bacalah. Aku membaca:
والليل اذا يغشى والنهار اذا تجلى و الذ كر والانثى
  • Kata Abu al-Darda: Kamu mendengarnya dari mulut sahabatmu? Aku berkata: Benar. Ia berkata: Aku mendengarnya dari mulut Nabi saw, tetapi mereka membantah kami (Al-Bukhari, Kitab al-Tafsir, Bab Surat Wal Layli idza yaghsya; Jami’ al-Ushul 2:496; Musnad Ahmad 6:449, 451; Al-Durr al-Mantsur 6:358). Lafazh aslinya dalam Al-Quran, yang dianggap “membantah kami”, seperti kita ketahui sebagai berikut:
وَٱلَّيْلِ إِذَا يَغْشَىٰ ( ١ ) وَٱلنَّهَارِ إِذَا تَجَلَّىٰ ( ٢ ) وَمَا خَلَقَ ٱلذَّكَرَ وَٱلْأُنثَىٰٓ ( ٣ )
(QS Al-Lail 92:1-3)
  • Dari Umar bin Al-Khattab: “Sekiranya tidak diomongkan orang Umar menambah-nambah kitab Allah, aku pasti menuliskan ayat rajam dengan tanganku sendiri” (Al-Bukhari, Kitab al-Ahkam, Bab al-Syahadah ‘ind al-Hakim; lihat Al-Itqan 2:25, 26 dengan sanad yang banyak; Al-Durr al-Mantsur 1:330 dari Malik, AlBukhari, Muslim; Al-Burhan fi ‘Ulum al-Qur’an 2:40; Manahil al-‘Irfan 2:111; kata Ibn Abd al-Syakur: hadis ini sangat kokoh dengan jalan (thuruq) yang hampir-hampir mencapai tingkat mutawatir – Al-Fawatih, hamisy Al-Musthashfa 2:73). Dalam riwayat-riwayat lainnya (Al-Mustadrak 4:359; Musnad Ahmad:23, 29, 36, 40, 50; Thabaqat Ibn Sa’d 3:334; Sunan al-Darimi 2:179), Umar menyebutkan bunyi ayat rajam itu sebagai berikut:
الحكيم نكالا من الله والله العزيز البتة فارجموهما زنيا الشيخة والشيخ
  • Karena sanadnya sangat shahih, hampir mendekati mutawatir, maka ulama Ahlussunnah berusaha untuk mencari pembenaran dengan mengatakan “yang dinasakh lafazhnya tetapi tetap berlaku hukumnya” (kata Ibn Hazm dalam Al-Muhalla) atau “sanad hadis ini shahih, tetapi hukumnya tidak sama dengan hukum al-Quran, yang diriwayatkan oleh jamaah dari jamaah, tetapi ia sunnah yang kokoh. Kadang-kadang orang berkata: Aku membaca demikian padahal bukan Al-Quran. (Jadi Umar membaca sesuatu yang bukan dari Al-Quran), tetapi pendapat ini dibantah dengan ucapan Umar sendiri: “Sekiranya aku tidak suka orang berkata Umar menambah-menambah Al-Quran, aku akan tambahkan dia ke dalamnya.” (Abu Ja’far alNuhas, Nasikh wa Mansukh 8)
  • Al-Bukhari meriwayatkan dalam tarikhnya dari Hudzaifah: “Aku membaca surat Al-Ahzab pada zaman Nabi saw sebanyak 200 ayat. Ketika Utsaman menuliskan mushaf, Al-Ahzab hanya mencapai sejumlah ayat yang sekarang ini (yakni, 73 ayat)” (Al-Itqan 2:25; Manahil al-Irfan 1:273; Al-Durr alMantsur 5:180).
  • Dari Nafi’ dari ibnu Umar: Janganlah kamu mengatakan aku sudah menghapal seluruh Al-Quran, karena kamu tidak tahu seluruhnya. Banyak sekali yang hilang dari Al-Quran. Katakan saja: Aku telah menghapal apa yang ada dalam Al-Quran sekarang ini“ (Al-Itqan 2:25)
  • Dari ‘Aisyah: “Dahulu termasuk yang turun dalam AlQuran adalah ayat tentang sepuluh kali susuan yang menyebabkan haram dinikahi” (Shahih Muslim 4:167, 168; Abd al-Razzaq, Al-Mushannaf, 7:367; Bidayat al-Mujtahid 2:36; lihat juga Al-Itqan dan Manahil al‘Irfan dsb)
  • Dari Ibn Mas’ud: Kami dahulu membaca ayat ini di zaman Rasulullah saw sebagai berikut (Al-Durr alMantsur 2:298):
— المؤمنين مولى عليا ان ربك من انزل اليك ما بلغ الرسول ايها يا الناس من يعصمك والله رسالته بلغت فما تفعل لم وان
  • Dari Aisyah, ia berkata: “Telah turun ayat rajam dan menyusukan orang yang sudah dewasa sepuluh kali susuan. Dan sudah ada dalam shahifah di bawah tempat tidurku. Ketika Rasulullah saw meninggal kami sibuk dengan meninggalnya beliau. Masuklah kambing ke dalam dan memakannya” (Ibn Majah 1:626, hadis 1944, Bab Radha’ al-Kabir; lihat Shahih Muslim, 4:167, Bab Al-Tahrim bi Khams Radha’at; Abu Dawud 1:279; Al-Nasai 2:82; Al-Darimi 1:57; Ta’wil Mukhtalaf alHadits, 310; Musnad Ahmad 6:269).
  • Dari Abu Musa al-Asy’ari: “Sesungguhnya dahulu kami membaca sebuah surat yang panjangnya dan beratnya sama dengan Surat Al-Baraah (al-Tawbah). Aku sudah melupakannya kecuali sebagian yang aku hapal, (Shahih Muslim, 3:100, Kitab al-Zakat) yaitu:

Kesimpulan

Ada banyak hadis tentang tahrif Al-Quran baik dalam kitab-kitab hadis Syi’ah maupun Sunni. Sebagai contoh, hadis tahrif itu ada pada Al-Bukhari juga al-Kafi. Para ahli hadis dan ulama Syiah menyatakan dengan tegas bahwa hadis-hadis tahrif itu semuanya dha’if bahkan dibuat oleh orang-orang yang mazhabnya rusak.

Periksalah Al-Quran yang dicetak dan dibaca oleh orang Syi’ah. Teliti apakah ada perbedaan dengan mushaf Al-Quran yang dibaca oleh Ahlussunnah. Setiap tahun orang Syiah ikut dalam musabaqah Al-Quran internasional dan tidak satu orang pun yang membaca Al-Quran yang berbeda dengan Al-Quran Ahlussunnah.