Pertanyaan
Syiah Musyrik: Syiah yakin Ishmah Para Imam?
Tuduhan
Orang Syiah musyrik karena mempercayai Ishmah, yaitu kemaksuman atau kesucian para Imam mereka. Para Imam mereka terbebas dari dosa dan kesalahan.
Jawaban
Ishmah adalah keterpeliharaan dari dosa dan kesalahan. Dari segi makna, ishmah sama dengan ‘adalah (keadilan). Jika Ahlussunnah menerapkan ‘adalah kepada semua sahabat Nabi saw, Syiah hanya menertapkan ‘ishmah kepada empat belas manusia suci – yakni Rasuullah saw, Fathimah, Ali, Al-Hasan, Al-Husayn dan sembilan orang Imam dari keturunan al-Husayn. Mereka itu secara keseluruhan disebut Ahlulbait.
Di antara dalil-dalil tentang ishmah para Imam dicantumkan di bawah ini:
Ayat al-Tathhir
(Lihat: #01 Syiah tidak berdasarkan Al-Qur’an? )
Ayat ini dengan jelas mensucikan Ahlulbait sesuci-sucinya. Dalam berbagai hadis ditunjukkan dengan jelas siapa yang dimaksud dengan Ahlulbait itu. Dalam hadis juga disebutkan bahwa Asl-Quran dan Ahlul Bait tidak akan berpisah. Keduanya adalah dua pusaka yang kalau kita berpegang teguh kepadanya kita selamat. Ini adalah jaminan Tuhan bahwa yang kita ikuti itu terpelihara dari segala kekeliruan dan kesalahan.
Ayat Ulil Amr
Allah swt berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Al-Nisa 59).
Imam ’Ali bertanya kepada Rasulullah saw ketika turun ayat ini: Ya Nabi Allah, siapakah mereka itu? Nabi saw bersabda: Engkau yang pertama.
Dari Mujahid: (wa ulil amr minkum) Ali bin Abi Thalib ditunjuk menjadi ulil amr setelah Muhammad saw dalam hidupnya, ketika Rasulullah saw mengangkatnya sebagai penggantinya di Madinah. Allah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mentaatinya dan tidak menentangnya
Dari Abu Bashir, dari Abu Ja’far, bertanya tentang firman Allah “…taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amr di antara kamu”, Ia menjawab: turun berkenaan dengan Ali bin Abi Thalib. Aku bertanya lagi: Mengapa Allah tidak menyebut Ali dan Ahlibaitnya dalam kitab-Nya. Abu Ja’far berkata: katakan kepada mereka, sesungguhnya Allah menurunkan kepada RasulNya salat dan tidak menyebutnya tiga atau empat sampai Rasulullah saw menafsirkannya. Dia turunkan ayat Haji dan tidak menyebutkan tawaf tujuh kali sampai Rasulullah saw menafsirkannya. Dia menurunkan ayat “ taatilah Allah dan taatilah Rasul dan Ulil Amr di antara kamu?“ maka turunlah ayat ini berkenaan dengan Ali, Al-Hasan dan al-Husayn. Kemudian Rasulullah saw bersabda: Aku wasiatkan kamu dengan Kitab Allah dan Ahlulbaitku. Aku telah bermohon kepada Allah agar keduanya tidak berpisah sampai menemui aku di telaga al-Hawdh. Allah memenuhi doaku (Al-Hakim al-Haskani, Syawahid alTanzil liqawa’id al-Tafdhil, 1:148-150).
Apa hubungannya antara Ulil Amr dengan kemaksuman? Al-Fakhr al-Razi menulis, “Sesungguhnya Allah swt memerintahkan ketaatan kepada Ulil Amri dengan sangat tegas (‘ala sabil al-jazmi) dalam ayat ini. Barang siapa yang diperintahkan Allah swt untuk ditaati dengan sangat pasti, tidak bisa tidak ia harus maksum atau terpelihara dari segala kesalahan dan dosa. Jika ia tidak maksum dari kesalahan, kita bisa memperkirakan bahwa ia akan mungkin memerintahkan yang salah. Dengan begitu salahlah yang memerintahkan. Sudah terbukti, bahwa Allah swt memerintahkan kita untuk mentaati Ulil Amr secara sangat tegas karena itu terbuktilah bahwa semua orang yang wajib ditaati berdasarkan perintah Allah swt yang tegas wajib terpelihara dari segala kesalahan. Dengan begitu bisa kita tetapkan dengan pasti bahwa Ulil Amri yang disebutkan dalam ayat ini tidak bisa tidak harus maksum” (Al-Tafsir Al-Kabir,10:144)
Kesimpulan
Walhasil, kemaksuman (’ishmah) para Imam dari Ahlulbait Nabi saw merupakan keniscayaan dari perintah Allah swt dalam Al-Qur’an untuk mentaati mereka sebagai Ulil Amri.